Sejarah Singkat
Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) mulai diperkenalkan ke
masyarakat, khususnya kalangan penegak hukum, pada 7 April 2005 di Balai
Sudirman, Jakarta Selatan. Acara perkenalan PERADI, selain dihadiri oleh tidak
kurang dari 600 advokat se-Indonesia, juga diikuti oleh Ketua Mahkamah Agung
Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia.
Menurut Pasal 32 ayat (4) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU
Advokat), Organisasi Advokat harus terbentuk dalam waktu paling lambat dua
tahun sejak undang-undang tersebut diundangkan. Banyak pihak yang meragukan
para advokat dapat memenuhi tenggat waktu yang dimaksud oleh undang-undang.
Pada kenyataannya, dalam waktu sekitar 20 bulan sejak diundangkannya UU Advokat
atau tepatnya pada 21 Desember 2004, advokat Indonesia sepakat untuk membentuk
PERADI.
Kesepakatan untuk membentuk PERADI diawali dengan proses panjang. Pasal 32 ayat
(3) UU Advokat menyatakan bahwa untuk sementara tugas dan wewenang Organisasi
Advokat dijalankan bersama-sama oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN),
Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI),
Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia
(SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum
Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI). Untuk
menjalankan tugas yang dimaksud, kedelapan organisasi advokat di atas, pada 16
Juni 2003, setuju memakai nama Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI).
Sebelum pada akhirnya sepakat membentuk PERADI, KKAI telah menyelesaikan
sejumlah persiapan. Pertama yaitu melakukan verifikasi untuk memastikan nama
dan jumlah advokat yang masih aktif di Indonesia. Proses verifikasi sejalan
dengan pelaksanaan Pasal 32 ayat (1) UU Advokat yang menyatakan bahwa advokat,
penasihat hukum, dan konsultan hukum yang telah diangkat saat berlakunya
undang-undang tersebut dinyatakan sebagai advokat sebagaimana diatur
undang-undang. Sebanyak 15.489 advokat dari 16.257 pemohon dinyatakan memenuhi
persyaratan verifikasi. Para advokat tersebut telah menjadi anggota PERADI
lewat keanggotan mereka dalam delapan organisasi profesional yang tergabung
dalam KKAI.
Sebagian bagian dari proses verifikasi, dibentuk pula sistem penomoran
keanggotaaan advokat untuk lingkup nasional yang juga dikenal dengan Nomor
Registrasi Advokat. Selanjutnya, kepada mereka yang lulus persyaratan
verifikasi juga diberikan Kartu Tanda Pengenal Advokat (KTPA). Di masa lalu,
KTPA diterbitkan oleh pengadilan tinggi di mana advokat yang bersangkutan
berdomisili. Peluncuran KTPA sebagaimana dimaksud dilakukan pada 30 Maret 2004
di Ruang Kusumah Atmadja, Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Persiapan kedua adalah pembentukan Komisi Organisasi dalam rangka mempersiapkan
konsep Organisasi Advokat yang sesuai dengan situasi dan kondisi di Indonesia.
Kertas kerja dari Komisi Organisasi kemudian dijadikan dasar untuk menentukan
bentuk dan komposisi Organisasi Advokat yang dapat diterima oleh semua pihak.
Persiapan lain yang telah dituntaskan KKAI adalah pembentukan Komisi
Sertifikasi. Komisi ini mempersiapkan hal-hal menyangkut pengangkatan advokat
baru. Untuk dapat diangkat menjadi advokat, selain harus lulus Fakultas
Hukum, UU Advokat mewajibkan setiap calon advokat mengikuti pendidikan khusus,
magang selama dua tahun di kantor advokat, dan lulus ujian advokat yang
diselenggarakan Organisasi Advokat. Peraturan untuk persyaratan di atas
dipersiapkan oleh komisi ini.
Setelah pembentukannya, PERADI telah menerapkan beberapa keputusan mendasar.
Pertama, PERADI telah merumuskan prosedur bagi advokat asing untuk mengajukan
rekomendasi untuk bekerja di Indonesia. Kedua, PERADI telah membentuk Dewan
Kehormatan Sementara yang berkedudukan di Jakarta dan dalam waktu dekat akan
membentuk Dewan Kehormatan tetap. Pembentukan Dewan Kehormatan di daerah lain
saat ini menjadi prioritas PERADI. Ketiga, PERADI telah membentuk Komisi
Pendidikan Profesi Advokat Indonesia (KP2AI). Komisi ini bertanggung jawab
seputar ketentuan pendidikan khusus bagi calon advokat serta pendidikan hukum
berkelanjutan bagi advokat.
Baik KKAI maupun PERADI telah menyiapkan bahan-bahan dasar untuk digunakan
PERADI untuk meningkatkan manajemen advokat di masa yang akan datang. Penting
pula untuk dicatat bahwa hingga saat ini seluruh keputusan, termasuk keputusan
untuk membentuk PERADI dan susunan badan pengurusnya, telah diambil melalui
musyawarah untuk mencapai kesepakatan berdasarkan paradigma advokat Indonesia.
Meski usia PERADI masih belia, namun dengan restu dari semua pihak, PERADI
berharap dapat menjadi organisasi advokat yang bebas dan independen, melayani
untuk melindungi kepentingan pencari keadilan, dan menjalankan tugas
sebaik-baiknya untuk melayani para anggotanya.